Rapat terbuka Pgs Rektor dan Mahasiswa UIN Alauddin di ruang rapat senat. Kamis (07/05) |
Washilah-– Pengganti Sementara (Pgs) rektor Prof Dr H Ahmad Thib Raya MA menggelar rapat terbuka terkait polemik rektor definitif UIN Alauddin Makassar, di ruang rapat senat Gedung Rektorat lantai IV. Kamis (07/05)
Rapat yang dihadiri oleh lembaga kemahasiswaan yakni Senat Mahasiswa (Sema), Dewan Mahasiswa (Dema), serta Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) ini menuai jalan buntu (deadlock). Bahkan beberapa perwakilan lembaga kemahasiswaan memutuskan untuk walk out ketika rapat masih berlangsung.
Dalam tuntutannya, mahasiswa meminta keterangan tentang nasib kepastian rektor definitif UIN Alauddin Makassar yang selama 8 bulan ini belum juga menemui kejelasan. Hal yang paling menjadi sorotan mahasiswa adalah mekanisme terpilihnya Pgs Rektor yang dianggap menyimpang dari Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 14 tahun 2014.
"Dalam aturan jelas dikatakan, jika terjadi polemik rektor, maka rektor yang lama berhak melanjutkan masa jabatannya sampai terpilihnya rektor definitif yang baru," ujar salah seorang mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST).
Selain itu, mahasiswa meminta bukti hitam di atas putih dari Kementerian Agama mengenai jadwal pemilihan rektor yang baru. Mereka menanyakan pembentukan tim Panitia Seleksi Calon Rekrot (PSCR) untuk menyelenggarakan pemilihan rektor, padahal kasus persengketaan pada pemilihan beberapa bulan lalu masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) "Jangan politisasi kampus kami," seru Ashari Ketua Dema FST.
Saat mencoba menanggapi aturan main PMA dan statuta UIN Alauddin Makassar mengenai adanya Pgs Rektor, prof Thib menyerahkannya pada putusan Kementerian Agama (kemenag). "Saya adalah seorang bawahan yang patuh terhadap perintah atasan, yang dalam hal ini Menteri Agama. Saya ditunjuk sebagai Pgs untuk mengisi kekosongan di UIN Alauddin Makassar," ujar Dekan Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Namun, paparan Prof Thib Raya masih belum mampu memuaskan Mahasiswa UIN Alauddin ini.
Laporan | Muh Haris (Mag)
Rapat yang dihadiri oleh lembaga kemahasiswaan yakni Senat Mahasiswa (Sema), Dewan Mahasiswa (Dema), serta Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) ini menuai jalan buntu (deadlock). Bahkan beberapa perwakilan lembaga kemahasiswaan memutuskan untuk walk out ketika rapat masih berlangsung.
Dalam tuntutannya, mahasiswa meminta keterangan tentang nasib kepastian rektor definitif UIN Alauddin Makassar yang selama 8 bulan ini belum juga menemui kejelasan. Hal yang paling menjadi sorotan mahasiswa adalah mekanisme terpilihnya Pgs Rektor yang dianggap menyimpang dari Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 14 tahun 2014.
"Dalam aturan jelas dikatakan, jika terjadi polemik rektor, maka rektor yang lama berhak melanjutkan masa jabatannya sampai terpilihnya rektor definitif yang baru," ujar salah seorang mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST).
Selain itu, mahasiswa meminta bukti hitam di atas putih dari Kementerian Agama mengenai jadwal pemilihan rektor yang baru. Mereka menanyakan pembentukan tim Panitia Seleksi Calon Rekrot (PSCR) untuk menyelenggarakan pemilihan rektor, padahal kasus persengketaan pada pemilihan beberapa bulan lalu masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) "Jangan politisasi kampus kami," seru Ashari Ketua Dema FST.
Saat mencoba menanggapi aturan main PMA dan statuta UIN Alauddin Makassar mengenai adanya Pgs Rektor, prof Thib menyerahkannya pada putusan Kementerian Agama (kemenag). "Saya adalah seorang bawahan yang patuh terhadap perintah atasan, yang dalam hal ini Menteri Agama. Saya ditunjuk sebagai Pgs untuk mengisi kekosongan di UIN Alauddin Makassar," ujar Dekan Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Namun, paparan Prof Thib Raya masih belum mampu memuaskan Mahasiswa UIN Alauddin ini.
Laporan | Muh Haris (Mag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar