Sabtu, 27 Juni 2015

Urgensi Generasi Bangsa Bermoralkan Fastabiqul Khairat

(Bendera Merah Putih Indonesia. Sumber: Int)

Oleh : M. Haris*

Washilah--Indonesia darurat moral. Bangsa ini tak ubahnya beranjak ke titik nadir di umurnya yang sudah menginjak 69 tahun. Begitu banyak problematika nyata yang menghampiri bangsa ini, yang tiap harinya kian bertambah kompleks. Satu demi satu bangsa ini terus digerogoti oleh tindakan seluruh oknum yang tak mencerminkan sama sekali asas kesatuan dan persatuan masyarakat Indonesia. Yang kian mengkhawatirkan adalah generasi muda bangsa ini seakan ikut terlehai-lehai akan berbagai kriminalitas berlandaskan anarkis guna pemenuhan hasrat semata. Tengoklah aksi begal motor akhir-akhir ini di berbagai daerah di Indonesia yang secara tidak langsung memberikan sinyal negatif akan wujud muka para generasi muda kita.

Padahal tak dapat dipungkiri bahwa untuk mewujudkan bangsa yang hebat, kaderisasi generasi muda perlu menjadi perhatian serius.  Kenapa? Karena generasi muda merupakan tonggak estafet penerus pemerintahan yang nantinya akan menjadi stackholder di berbagai bidang pemerintahan. Wajar saja bahwa pendidikan usia dini sangatlah diperlukan. Namun yang harus diperhatikan pula adalah kaderisasi generasi muda jangan hanya semata memprioritaskan berilmu, namun juga harus dilingkupi dengan amal yang baik pula. Alangkah lucunya tatkala kita mengambil contoh kasus korupsi. Mereka yang merupakan pencuri uang negara merupakan kaum-kaum intelektual bahkan untuk menipu, namun karena ketidaksanggupan membendung nafsu mereka dan tak memiliki moral yang absolut, akhirnnya mereka terjerumus dalam limbah hitam jeruji besi.

Oleh karena itulah, pemerintah hendaknya dituntut untuk berperan penting dalam menciptakan generasi-generasi bangsa yang benar-benar berkapabilitas. Sudah sepantasnya, ada perpaduan yang saling melengkapi antara kecerdasan inteletual dan kecerdasan emosional. Perlu hendaknya kita menciptakan generasi muda yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah. Berilmu amaliah memberikan arti bahwa generasi muda haruslah matang dari segi ilmu pengetahuan yang kemudian akan mengabdikan ilmunya dengan hal-hal yang berkenaan dengan amal. Beramal ilmiah pun tak kalah pentingnya. Beramal ilmiah tak ubahnya memberikan makna yang mendalam bahwa beramal hendaknya berlandaskan ilmu pengetahuan yang mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di era yang dewasa ini, sinkronisasi keduanya semakin urgen adanya, apalagi kala kita menilik bahwa generasi muda terus-menerus tergerus berbagai aksi yang tak sepantasnya dilakukan kalangan muda. Padahal dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 148, Allah berfirman : "Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (Q.S Al- Baqarah : 148 ). Secara tersurat, perkataan Allah ini menggambarkan bahwa umat manusia sudah semestinya berbondong-bondong untuk berbuat kebaikan demi kemaslahatan semua orang, sesuai hakikat manusia sebagai makhluk sosial.

Tingkatan pendidikan di setiap tahapan memiliki perannya masing-masing untuk membentuk moral generasi muda. Ilmu tak datang se-instan pemikiran kita, butuh proses panjang untuk mendapatkannya. Sangat disayangkan ketika seseorang berilmu namun tak diikuti dengan amaliah tak ubahnya seperti sayur tanpa garam. Asem. Seseorang yang berilmu namun niatnya hanya untuk mencari kesenangan semata maupun mempergunakannya hanya untuk membodohi niscaya berujung malapetaka belaka di akhir cerita. Oleh karenanya Allah sangat menganjurkan generasi muda untuk tak bosan-bosan menggali ilmu dan mengimplementasikannya di tengah-tengah ilmu. Dengan konsep berbagi ilmu dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan mendatangkan amalan bagi kita sendiri.

Generasi muda sangat identik dengan masa pencarian jati diri. Mereka masih sulit untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan sangat tergantung terhadap doktinisasi pihak manapun. Yang paling menentukan sebenarnya adalah bagaimana lingkungan sekitar dalam membentuk perilaku generasi muda. Mereka yang berada di lingkungan yang mengajarkan untuk berperilakuan baik pastinya akan ikut membentuk perilaku yang baik pula di tengah-tengah masyarakat. Begitupun sebaliknya, mereka yang berada di lingkungan yang "nakal" secara otomatis akan membentuk perilaku yang bersinergi dengan sifat-sifat negatif.

Islam sebagai junjungan tertinggi umat muslim sebenarnya juga mengajarkan kita untuk beramal ilmiah. Beramal bukan hanya berlandaskan ibadah semata, namun sudah sepatutnya juga diiringi dengan semangat ilmiah. Karena dengan begitu, akan membentuk kerangka berpikir ilmiah yang terstruktur dan sistematis. Artinya adalah seseorang yang beramal akan mengetahui sebenarnya beramal akan memberikan feedback yang jelas pula ke diri kita. Setiap perilaku yang berbuah amalan di sisi-Nya, pastilah akan mendatangkan syafaat suatu saat nanti kepada diri kita kembali. Tak dapat dipungkiri pula, paradigma masyarakat yang selalu membedakan antara agama dan sains merupakan bentuk kesalahan berpikir lantaran harusnya keduanya berjalan beriringan dan berkesinambungan.

Generasi bermoralkan fastabiqul khairat sudah menjadi urgensi yang hendaknya segera direalisasikan pemerintah. Berdayakan kembali pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai luhur keagamaan karena mustahil bangsa ini akan kuat tanpa ada keteraturan hidup. Dan salah satu keteraturan hidup dapat termanifestasi jelas dalam kehidupan beragama. Dengan menciptakan generasi yang senantiasa berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan, maka secara langsung akan berdampak pada penurunan angka kriminalisasi dan menciptakan kondisi yang kondusif dalam tatanan kemasyarakatan. Jangan ada lagi generasi muda yang terjerembab dalam dunia hitam macam begal motor, narkoba, dan tindakan asusila lainnya.

Hal inilah yang segera harus dicanangkan pemerintahan di semua tingkatan mulai dari tingkatan daerah, hingga ke tingkat nasional secara keseluruhan. Idealnya generasi muda mencerminkan masa depan bangsa ini hingga patut kiranya mereka diajarkan untuk selalu membawa pesan-pesan postifi untuk disebarkan ke semua orang demi mewujudkan Indonesia yang penuh dengan aroma-aroma kebajikan.

Akhirnya, menjadi jelas bahwa kita sebagai generasi muda sekaligus umat muslim harus menjadi pionir-pionir pembaharu bangsa yang kokoh secara imam dan cerdas secara pemikiran. Dengan mewujudkan generasi muda bermoralkan fastabiqul khairat, saya berkeyakinan Indonesia akan lebih baik lagi dan membentuk pondasi kuat demi menuju generasi emas Indonesia.
*Penulis adalah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar