Senin, 26 Oktober 2015

Kampus Peradaban versi Tiga Guru Besar UIN

​Wakil Rektor I Bidang Akademik Prof Dr Mardan M Ag (dua dari kanan) memberikan materi dalam dialog "Realitas Kampus Peradaban di Usia 50 Tahun" di Warkop Bundu, Senin (26/10/2015). Dialog ini diselenggarakan oleh UKM LIMA Washilah dalam menyambut milad UIN Alauddin Makassar ke-50. (Foto: Muhaimin)
Washilah—Tiga Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Prof Dr Mardan MAg (Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora), Prof Dr Qasim Mathar MA (Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), dan Prof Dr Natsir Siola MAg (Guru Besar FUF) menghadiri acara bazar dan dialog UKM LIMA Washilah di Warkop Bundu, Jl Hertasning Baru, Senin (26/10).

Prof Natsir Siola menilai kampus peradaban adalah setiap manusia yang hidup di dalam kampus dan memahami tugas-tugasnya baik hak maupun kewajibannya. 

“Kalau mereka telah melaksanakan haknya, tentu telah menjalankan tugasnya separuh. Kalau mereka menjalankan kewajibannya maka ia telah mewujudkan sebuah peradaban,” ujarnya saat membawakan materi.

Sementara itu, Prof Qasim Mathar mengatakan agar mahasiswa tidak boleh membagi dirinya menjadi dua bagian, yakni mahasiswa yang paham ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Karena pembagian tersebut tidak mencerminkan sebuah kampus berperadaban. 

“Kampus adalah sebuah universitas, tidak ada ilmu agama dan tidak ada ilmu umum. Pembagian seperti itu hanyalah pembagian secara ilmiah,” paparnya.

Lain halnya dengan Prof Mardan. Ia mengatakan peradaban memiliki makna sopan santun dan kelembutan, budi pekerti yang baik, serta pendidikan dan pengajaran yang baik.

Laporan| Nurfadhilah Bahar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar