Washilah--Dialog budaya dengan mengusung tema 'Tantangan budaya siri na pacce di era digital' menjadi rangkaian kegiatan communication Festival yang di laksanakan jurusan Ilmu Komunikasi (Ikom) UIN Alauddin Makassar di Lecture Theater (LT) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Senin (24/11).
Dialog budaya ini menghadirkan Ishak Ngeljaratan, budayawan Sulawesi Selatan sebagai narasumber. Dalam penuturannya, ia menjelaskan bahwa sejarah perkembangan budaya masyarakat Bugis-Makassar, siri atau malu disamakan dengan human dignity (harga diri manusia). Rasa malu manusia berdimensi moral dan spiritual.
"Terdapat dua fundamental yang menopang rasa malu, yaitu lempu atau kejujuran dan pacce (Pesse) atau human passion ( belas kasihan) yang berempati kepada sesama manusia," jelas Ishak.
Seorang yang masih menganut budaya siri, lanjut Ishak, harus malu jika berbuat kejahatan dan harus sama rasa malunya jika tidak berbuat kebaikan kepada sesama, dan alam lingkungannya.
Ishak juga menyampaikan, bahwa masyarakat Bugis-Makassar sudah Islami sebelum Islam diterima di Sulsel jika lempu dikaitkan dengan amar ma'ruf nahi mungkar, dan pacce dikaitkan dengan rahmatan lil alamin. "Kehadiran Islam menyempurnakan budaya siri," tutup Ishak.
Laporan | Kartika Yusuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar