Wanita Oleh Kekangan Adat
By : Nurfadhilah Bahar
Bukankah hal yang benar jika dikatakan bahwa keyakinan Islamlah yang menempatkan perempuan dalam posisi rendah. Walaupun Al-qur’an membuktikan bahwa posisi perempuan dibawah laki-laki. Namun, Nabi Muhammad mengajarkan kebaikan hati dan keadilan kepada perempuan.
Inilah adat di negeri kami yang harus di patuhi. Adat yang membiasakan para lelaki bersikap kasar terhadap perempuan. Adat yang membiarkan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan.
***
Aku selalu menangis geram dan tak berdaya. Seorang gadis mungil yang selalu mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan, mengizinkan kejahatan mengalahkan orang yang tidak berdosa. Betapa buruknya kehidupan para perempuan yang dianggap lebih rendah daripada hewan sekali pun. Mengapa perempuan dimuka bumi ini mesti ada jika hanya dijadikan kesenangan hidup para lelaki? Dimata para lelaki, mereka berkata bahwa ‘perempuan adalah penyebab kejahatan di dunia’. Dan menurutku, ‘semua lelaki adalah iblis’.
Di rumah kami, laki-laki adalah penguasa. Hingga sejak kecil anak laki-laki berfikir bahwa kaum perempuan sama sekali tidak berharga. Membuat para lelaki selalu berinisiatif untuk menyiksa dan menganiaya kaum perempuan.
Kenangan pertamaku yang masih terus terngiang adalah kekerasan. Sejak kecil, tamparan demi tamparan yang mendarat di kedua pipi ku telah kuterima setiap hari. Hanya karena alasan sepele, tidak mematuhi perintah kakak laki-lakiku, Farid. Satu-satunya kakak laki-laki yang paling disayangi Ayah, sementara kami berlima para anak perempuan dicampakkan begitu saja. Tak dihargai dan dilecehkan. Keempat kakak perempuanku dinikahkan dengan seorang lelaki tua kaya di usianya yang masih belia. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan kakak-kakakku yang malang itu.
Diantara semua saudaraku, akulah yang peling dibenci Ayah. Mengapa? Karena Ayah menganggap bahwa akulah yang menyebabkan kematian Ibuku. Ibuku telah lama meninggal pada saat aku mulai terlahir di dunia suram ini. Itulah sebabnya Ayah menganggap aku sebagai pembunuh. Pembunuh kecil. Namun, aku mengelak.
“Kau adalah pembunuh Ibu!” teriak Farid disertai tawa yang lantang.
“Tidak! Aku tidak pernah membunuh ibu,” kataku mengelak.
“Sudahlah, terima saja. Sudah jelas-jelas ibu mati karena kau!” Aku semakin geram dan mengeluarkan semua amarahku yang selama ini tertahan. Aku menggenggam erat sebuah batu dan melemparinya tepat di wajahnya. Aku berlari masuk ke kamar sementara Farid meringis kesakitan.
Aku tahu bahwa perbuatanku itu dapat mengancam nyawaku. Namun, aku tidak peduli. Aku tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Sebentar lagi Ayah akan datang menemuiku dan memberikan hukuman yang berat. Dan aku akan menunggu hukuman itu.
Suara decitan bertanda pintu dibuka perlahan. Ayah berdiri dan memandangiku lama. Ia nampak berusaha menahan emosinya. Aku heran, ia justru menggelengkan kepalanya dan mulai tertawa. Aku mengira ia akan menampar dan mencambuk tubuhku dengan tali cambuknya. Tak terbayang dipikiranku bahwa ia akan tertawa. Aku tersenyum.
“Kamu benar-benar wanita menakjubkan, Nak. Ayah tidak akan memukulmu.” Farid kaget dengan apa yang dilakukan ayah terhadapku. Aku merasa sangat senang.
“Ayah hanya ingin kau menikah dengan lelaki tua dan menjadi istri ketiganya yang paling muda.” Aku terlonjak kaget. Aku memang tak disiksa, namun itu adalah hukuman terberat dalam hidupku.
Tak ada yang bisa menolak kehendak laki-laki. Aku hanya bisa pasrah dan berdo’a agar Tuhan dapat menyelamatkanku dari tradisi bodoh ini. Mendapatkan pencerahan dari wanita luar yang terpelajar sehingga bisa mengubah jalan hidup kami para wanita yang malang.
***
~dimuat dalam buku antologi cerpen ‘indah dalam rahasia-Nya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar