Washilah -- Dalam gelaran dialog keperempuanan yang diadakan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perbandingan Agama, pemateri yang hadir menyinggung penggunaan kata “wanita” yang tercantum pada tema “Wanita dan Parlemen”. Menurut Sultriana yang juga pemateri, penggunaan kata wanita tidaklah tepat.
Menurut Sultriana, wanita dalam bahasa Jawa wani di tata yang berarti yang suka diatur-atur. Ini menandakan bahwa pergerakan seorang wanita itu dibatasi dan juga ruang lingkupnya sempit. Penggunaan kata perempuan jauh lebih tepat menurutnya. Perempuan sendiri dalam bahasa Jawa empu yang berarti yang memiliki kekuatan. Dalam hal ini seorang perempuan memiliki kekuatan ruang geraknya tidak akan terbatasi. Ini sesuai tema yang diusung mengenai kedudukan perempuan dalam parlemen.
Penggunaan bahasa yang tidak semestinya ini dapat merusak pemaknaan. Menurut Sultriana, setiap apa yang kita ucapkan itu bisa menjadi doa. Sehingga pandangan mengenai kata wanita dan artinya yang belum diketahui luas ini bisa saja terus menjadi momok bagi para perempuan. Penggunaan kata yang telah dikemas sedemikian rupa dan dipopulerkan sehingga masyarakat tidak tahu apa makna sebenarnya. Dan digunakan tanpa tahu apa makna sebenarnya.
“saya kira perempuan saat ini sudah layak berada di bangku parlemen, ditunjang dengan kemampuan yang dimilikinya” tegas Sultriana mahasiswi perbandingan agama semester delapan yang juga menjabat sebagai ketua KOHATI cabang Gowa Raya ini. Selain itu, perempuan yang berada di parlemen bisa saja tetap menjaga hakikat keanggunannya sebagai seorang wanita. Tapi dalam pengambilan keputusan perempuan itu sendiri bisa bersifat tegas.
Laporan | Sulkia Reski
Tidak ada komentar:
Posting Komentar