Politik Peradaban
(Menyorot Pemilihan Rektor UIN Alauddin Makassar)
Syarief Kate
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar
Masyarakat Indonesia baru saja melewati sebuah ajang lima tahunan. Pemilu 9 April untuk memilih calon anggota legislatif dan sebentar lagi akan memilih calon presiden. Namun, berbagai permasalahan pemilu muncul diantaranya menjamurnya money politic dan kasus pelanggaran lainnya.
Pemilu legislatif yang diadakan setiap lima tahun sekali menyisakkan banyak cerita, maka pemilihan rektor UIN Alauddin pun juga demikian adanya. Semakin sengitnya pertarungan pemilihan rektor UIN Alauddin sehingga berbagai isu pun terhembus ke permukaan
Sosok SBY dan Prof.Qadir Gassing
Siapa yang tidak kenal dengan sosok presiden dua periode ini, Susilo Bambang Yudhoyono. SBY dikenal karena kepawaiannya dalam mengumbar sensasi terhadap isu hangat. Bahkan akhir-akhir ini beliau selalu menjadi pusat perhatian. Selain itu, berbagai kebijakan yang diambil selalu saja menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Pencairan dana tunjangan guru yang mengendap selama 3 tahun dikucurkan jelang pesta demokrasi. Dan di akhir masa kepemimpinannya SBY akan mewariskan pesawat pribadi kepresidenan yang harganya miliaran rupiah.
Kalau di republik ini memiliki pemimpin sekaliber SBY, maka civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar juga tidak mau ketinggalan. Prof.Qadir Gassing selaku rektor UIN Alauddin yang memiliki cita-cita luhur untuk membawa UIN menjadi kampus peradaban khususnya di Indonesia Timur. Rektor yang hampir habis periode pertamanya di UIN Alauddin, kembali mendeklarasikan diri maju sebagai calon rektor. Akan tetapi, dibalik kepemimpinan Prof.Qadir menyisakkan banyak ‘pekerjaan kampus’. Sebab sivitas akademika UIN Alauddin menilai pemecatan beberapa guru besar tidak mencerminkan sebuah politik yang berperadaban. Justru dinilai oleh salah seorang ketua badan eksekutif mahasiswa bahwa apa yang terjadi UIN Alauddin tidak memberi contoh yang baik dalam berpolitik di kampus hijau.
Ada indikasi pimpinan kampus melakukan politik bersih-bersih bagi mereka yang tidak loyal. Polemik yang terjadi membuat rektor sebelumnya, Prof.Azhar Arsyad menghimbau para guru besar di UIN Alauddin bersaing secara sehat. Beliau berkata , “Kita ada dari tak punya apa-apa, kemudian akan tak punya apa-apa lagi, coba lihat Prof Amiruddin dia rektor dan gubernur sekarang juga kembali ke tanah, saya malu melihat itu, jangan mencari jalan untuk membuat orang kalah, ingat Tuhan-lah” (tribun-timur.com).
Politik Peradaban
Sivitas akademika UIN Alauddin menantikan sosok pembangun peradaban bukan calon pemimpin yang mementingkan sivitas politika. Pemimpin kampus (baca : rektor) harus mampu memimpin sampai ke bawah. Jika mengimpikan kampus berperadaban, maka birokrasi jangan berbelit-belit. Selain itu, melihat segala potensi mahasiswa sampai ke akar-akarnya agar dapat bersaing dalam kancah nasional mau pun internasional.
Olehnye itu, anggota senat yang memiliki hak suara sebagai perpanjangan tangan mahasiswa betul-betul memilih rektor yan terbaik. Rektor yang mempunyai kharisma yang luar biasa dan disegani lawan maupun lawan dalam mengambil kebijakan. Mahasiswa harus mengawal jalannya pemilihan rektor dan melakukan perlawanan secara damai demi mewujudkan kampus yang memiliki peradaban yang nyata. Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Kezhaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. tapi karena diamnya orang baik.”
Wallahu a’lam bisshawaab
Syarief Kate
Tidak ada komentar:
Posting Komentar