Rektor UIN Alauddin mengklarifikasi surat edaran yang dikeluarkannya di depan sejumlah aktivis mahasiswa. Kamis (19/10) Foto: Afrilian |
Washilah--“Cabut! Cabut! Cabut!” Teriak sejumlah aktivis mahasiswa UIN Alauddin yang menuntut pencabutan surat edaran rektor Nomor: Un.06.2/Ks.00/931/2015.
Sementara itu, Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Sahiruddin Ali menyuarakan dengan lantang, apabila Rektor tidak segera mencabut surat edaran yang dikeluarkannya, maka tuntutan akan terus berlanjut.
Menanggapi tuntutan yang diungkapkan mahasiswa, Kamis (19/11) Rektor UIN Alauddin Prof Musafir MSi klarifikasi hak-hak yang diminta.
Ia mengklarifikasi tentang surat edaran yang menyatakan bahwa mahasiswa dilarang mendirikan balai-balai di sembarang tempat dan organisasi ekstra tidak boleh memasang simbol-simbol di dalam kampus.
Mengikuti keinginan mahasiswa, surat edaran tersebut dicabut dengan membuat beberapa kesepakatan. Rektor menginginkan agar gubuk-gubuk (balai-balai) yang dibangun tidak terkesan kumuh dan menjamin tidak akan ada konflik antar mahasiswa dari organisasi daerah tertentu.
“Kita sebenarnya hanya ingin aktivitas organisasi ekstra itu jangan sampai berbenturan. Kalau terjadi benturan antar kelompok mahasiswa, kita semua yang rugi,” katanya.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar rektor menerbitkan surat edaran tentang diberlakukannya masa studi S1 selama tujuh tahun. Hal ini disesuaikan peraturan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) yang awalnya hanya lima tahun, karena tuntutan Uang Kuliah Tunggal-Biaya Kuliah Tunggal (UKT-BKT) kini direvisi menjadi tujuh tahun.
Menjawab desakan tersebut, rektor mengatakan setuju untuk mengembalikan masa studi S1 selama tujuh tahun. “Tujuh tahun ya... tapi kalau lewat tujuh tahun, saudara akan di DO,” ucapnya.
Mendengar keputusan tersebut, sontak para mahasiswa bertepuk tangan.
“Oke kawan-kawan sekalian, sebagai simbolik bahwa surat edaran ini sudah dicabut, surat ini saya akan robek,” teriak Sahiruddin sembari merobek surat edaran tersebut.
Laporan| Nurfadhilah Bahar
Sementara itu, Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Sahiruddin Ali menyuarakan dengan lantang, apabila Rektor tidak segera mencabut surat edaran yang dikeluarkannya, maka tuntutan akan terus berlanjut.
Menanggapi tuntutan yang diungkapkan mahasiswa, Kamis (19/11) Rektor UIN Alauddin Prof Musafir MSi klarifikasi hak-hak yang diminta.
Ia mengklarifikasi tentang surat edaran yang menyatakan bahwa mahasiswa dilarang mendirikan balai-balai di sembarang tempat dan organisasi ekstra tidak boleh memasang simbol-simbol di dalam kampus.
Mengikuti keinginan mahasiswa, surat edaran tersebut dicabut dengan membuat beberapa kesepakatan. Rektor menginginkan agar gubuk-gubuk (balai-balai) yang dibangun tidak terkesan kumuh dan menjamin tidak akan ada konflik antar mahasiswa dari organisasi daerah tertentu.
“Kita sebenarnya hanya ingin aktivitas organisasi ekstra itu jangan sampai berbenturan. Kalau terjadi benturan antar kelompok mahasiswa, kita semua yang rugi,” katanya.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar rektor menerbitkan surat edaran tentang diberlakukannya masa studi S1 selama tujuh tahun. Hal ini disesuaikan peraturan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) yang awalnya hanya lima tahun, karena tuntutan Uang Kuliah Tunggal-Biaya Kuliah Tunggal (UKT-BKT) kini direvisi menjadi tujuh tahun.
Menjawab desakan tersebut, rektor mengatakan setuju untuk mengembalikan masa studi S1 selama tujuh tahun. “Tujuh tahun ya... tapi kalau lewat tujuh tahun, saudara akan di DO,” ucapnya.
Mendengar keputusan tersebut, sontak para mahasiswa bertepuk tangan.
“Oke kawan-kawan sekalian, sebagai simbolik bahwa surat edaran ini sudah dicabut, surat ini saya akan robek,” teriak Sahiruddin sembari merobek surat edaran tersebut.
Laporan| Nurfadhilah Bahar
BACA JUGA:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar