Dokumentasi pribadi |
Washilah--Enam mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Penggiat Peradilan Semu (IPPS) Fakultas Syariah & Hukum (FSH) menjadi delegasi UIN Alauddin Makassar mengikuti kompetisi debat pengadilan di Universitas Tarumanegara Jakarta pada 13-17 November 2015. Selama lima bulan lamanya mereka melakukan persiapan mengikuti kompetisi yang bertajuk "In Constitution National Moot Court Competition" ini.
Berawal pada Juni, IPPS FSH mengirim karya tulis ilmiah sebagai tahapan awal seleksi lomba ini. Pada bulan berikutnya, 12 universitas dinyatakan lolos, salah satunya termasuk UIN Alauddin Makassar.
Sejak dinyatakan lolos, organisasi yang dibentuk pada tahun 2010 ini kemudian melakukan berbagai persiapan. Persiapan pertama, mereka memilih enam mahasiswa sebagai delegasi yang dianggap mampu mengemban amanah ini.
Ketua IPPS FSH Indra Ardiansyah menjelaskan mereka yang terpilih antara lain, Ketua delegasi Muh Irfan dari jurusan Ilmu Hukum (IH), Sri Nurminasari (IH), Supardi (IH), Aldy (IH), Karman Jaya (IH), dan Rahman satu-satunya dari Peradilan Agama. Setelah pemilihan delegasi, mereka kemudian dikarantina sampai hari kompetisi.
"Selama dikarantina, enam mahasiswa FSH ini mengumpulkan berkas perkara selama satu bulan, kemudian melakukan pelatihan untuk perdebatan pengadilan," kata mahasiswa jurusan IH ini saat diwawancarai, Senin (16/11).
Dalam kompetisi ini, 12 universitas terbagi menjadi tiga grup yang diisi empat univetsitas dalam satu grup. UIN Alauddin Makassar berada pada grup bersama UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam kompetisi ini, IPPS FSH gagal melaju ke final dengan hanya mengumpulkan 6380 poin sehingga duduk di peringkat kedua di bawah UIN Sunan Kalijaga. Selisih 300 poin membuat UIN yang terletak di Yogyakarta ini berhak melaju ke babak final menyingkirkan tiga universitas lainnya.
Menurut Irfan salah satu faktor penyebab kegagalan mereka yakni kurang perhatiannya pihak universitas kepada kami.
"Seharusnya dalam kompetisi seperti itu ada 10 orang yang berangkat, tujuh peserta, satu atau dua official, dan satu atau dua professor," katanya, Rabu (18/11).
Mahasiawa semester lima ini berharap kepada pihak birokrasi agar senantiasa memberikan perhatian lebih kepada mahasiswa yang mengikuti kegiatan seperti itu. "Karena bukan kepada mahasiswa yang merasa malu, tapi lebih kepada universitasnya," tutup Irfan.
Laporan| Muhaimin
Berawal pada Juni, IPPS FSH mengirim karya tulis ilmiah sebagai tahapan awal seleksi lomba ini. Pada bulan berikutnya, 12 universitas dinyatakan lolos, salah satunya termasuk UIN Alauddin Makassar.
Sejak dinyatakan lolos, organisasi yang dibentuk pada tahun 2010 ini kemudian melakukan berbagai persiapan. Persiapan pertama, mereka memilih enam mahasiswa sebagai delegasi yang dianggap mampu mengemban amanah ini.
Ketua IPPS FSH Indra Ardiansyah menjelaskan mereka yang terpilih antara lain, Ketua delegasi Muh Irfan dari jurusan Ilmu Hukum (IH), Sri Nurminasari (IH), Supardi (IH), Aldy (IH), Karman Jaya (IH), dan Rahman satu-satunya dari Peradilan Agama. Setelah pemilihan delegasi, mereka kemudian dikarantina sampai hari kompetisi.
"Selama dikarantina, enam mahasiswa FSH ini mengumpulkan berkas perkara selama satu bulan, kemudian melakukan pelatihan untuk perdebatan pengadilan," kata mahasiswa jurusan IH ini saat diwawancarai, Senin (16/11).
Dalam kompetisi ini, 12 universitas terbagi menjadi tiga grup yang diisi empat univetsitas dalam satu grup. UIN Alauddin Makassar berada pada grup bersama UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam kompetisi ini, IPPS FSH gagal melaju ke final dengan hanya mengumpulkan 6380 poin sehingga duduk di peringkat kedua di bawah UIN Sunan Kalijaga. Selisih 300 poin membuat UIN yang terletak di Yogyakarta ini berhak melaju ke babak final menyingkirkan tiga universitas lainnya.
Menurut Irfan salah satu faktor penyebab kegagalan mereka yakni kurang perhatiannya pihak universitas kepada kami.
"Seharusnya dalam kompetisi seperti itu ada 10 orang yang berangkat, tujuh peserta, satu atau dua official, dan satu atau dua professor," katanya, Rabu (18/11).
Mahasiawa semester lima ini berharap kepada pihak birokrasi agar senantiasa memberikan perhatian lebih kepada mahasiswa yang mengikuti kegiatan seperti itu. "Karena bukan kepada mahasiswa yang merasa malu, tapi lebih kepada universitasnya," tutup Irfan.
Laporan| Muhaimin
BACA JUGA:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar