Washilah--"Kampus peradaban ialah mematuhi aturan terutama statuta, menghormati pimpinan, ketika melihat kerusakan ditanggapi bukan di biarkan. Kalau semua ini tidak dimiliki suatu kampus, maka bukanlah peradaban namanya tapi biadab," tutur Prof Dr Moch Qaim Mathar MA saat memberi pengantar dialog yang diadakan UKM LIMA.
Kegiatan bazar sekaligus dialog interaktif dengan tujuan membuka ruang diskusi antara Birokrasi dan Mahasiswa oleh UKM LIMA tersebut digelar di Warkop bundu Jalan Hertasning baru. Senin (26/10)
Dalam kegiatan ini Washilah menghadirkan tiga guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sebagai narasumber, diantaranya Prof Dr Moch Qasim Mathar M A, Prof Dr M Natsir Siola M Ag, Prof Dr Mardan M Ag. Tak hanya itu beberapa dosen dan alumni UIN yang juga pernah membesarkan Washilah seperti Arum Spink, Laode Arumahi, Hasbih Zainuddin, Islamuddin Dini turut pula memeriahkan acara tersebut serta beberapa undangan dan mahasiswa.
Alumni Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Zulkarnain menyampaikan keresahanya selama ini, dimana sistem yang ada di UIN tidak saling menunjang dan mahasiswa dibatasi dalam kreatifitasnya. "Apakah suara-suara kecil itu di dengar, sedang faktanya ada kesenjangan antara birokrasi dan mahasiswa, Bukankah mahasiswa itu tujuan pimpinan dan telah menjadi tanggungjawabnya, lantas dimana letak kampus peradaban ini," keluhnya.
Merujuk pada tema realitas kampus peradaban di usia 50 tahun UIN. Prof Dr Mardan M Ag mengatakan bahwa berdasarkan realita, UIN belum bisa di klaim sebagai kampus peradaban, dimana peradaban itu sendiri masih dalam bentuk wacana, dan masih dalam proses menuju peradaban. Hal yang harus di lakukan menuju kampus peradaban ialah memulai dari yang kecil dahulu artinya mulailah dari diri sendiri. "Kita semua harus sadar mengenai peradaban, Bahkan dari Cleaning Service hingga Rektor harus bersinergi untuk membangun kampus peradaban," komentarnya dalam dialog interaktif yang di adakan Washilah.
Prof Dr Moch Qaim Mathar MA, menjelaskan bahwa peradaban mengandung dua elemen penting. yaitu pengetahuan dan teknologi, disiplin warga atau berakhlak. Kedua elemen penting inilah yang merupakan sayap dari peradaban. Apabila kedua sayap ini unggul maka akan melahirkan bangsa yang adi kuasa atau unggul. Artinya ketika sayap itu seimbang maka peradaban itu ada.
Ia juga menyinggung tentang dualisme pendidikan UIN. Anggapan mengenai mahasiswa umum dan mahasiswa agama masih repot diintegrasikan, padahal perbedaan keduanya hanyalah pada pengetahuannya saja. Bila mahasiswa sudah diintegrasikan jelas menuju kampus peradaban lebih mudah.
Prof Dr M Natsir Siola MAg berkomentar mengenai fasilitas dan juga kreatifitas mahasiswa. Ia prihatin, antara mahasiswa sarana dan prasarana tidak seimbang. "Kenapa harus menerima mahasiswa yang banyak, jika sarana dan prasarana (gedung) tidak ada," tandasnya.
Ia juga prihatin dengan mahasiswa yang kreatifitasnya dibatasi, banyak mahasiswa yang ingin berkreasi namun fasilitas yang mereka butuhkan kurang. Tidak bisa di pungkiri memang susah mengharap bantuan dari kampus, bahkan banyak mahasiswa kreatif dan membawa nama kampus namun harus merogoh kantongnya sendiri.
Narasumber sangat mengapresiasi UKM LIMA Washilah yang telah menjadi penghubung dan penyambung tali silaturahmi antara pimpinan dan mahasiswa. Mereka berharap dengan adanya dialog ini membuka ruang bagi masyarakat UIN agar bisa bersatu dan tak ada kesenjangan antara pimpinan dan mahasiswa dalam upaya membangun kampus peradaban di usia ke 50 tahun.
Laporan | Sri Yusnidar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar