Washilah--Poros Pemuda Indonesia (PPI) Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Sulawesi Selatan (SulSel) bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar menggelar dialog kebangsaan yang bertajuk "Melawan Fenomena Konfik Horizontal Dengan Mengedepankan Kearifan Lokal". Dialog yang berlangsung di Lechturer Theater (LT) FSH dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan III FSH Saleh Ridwan. Senin(29/01).
Materi yang diberikan dalam dialog tersebut diantaranya fenomena konflik horizontal di tengah masyarakat, peran kampus dalam meminimalisir perilaku anarkisme dan konflik horizontal, peran kepolisian dalam menangani fenomena konflik horizontal, serta peran pemuda sebagai agen perubahan. Masing-masing dibawakan oleh Saleh Ridwan, Pengamat Sosial Sabri AR, Rusdi Hartono dan Tokoh Pemuda SulSel Kurniawan.
Dalam materinya, Sabri AR menjelaskan bahwa inti konflik dari manusia modern adalah ego-ego yang sudah kehilangan otentitas dirinya. Sehingga dibutuhkan sebuah kearifan. Kearifan lokal yang patut dikembangkan adalah konsep “tau”. Orang-orang bugis makassar membedakan antara rupa tau, tau-tau, dan tau.
“Tau adalah inti kemanusiaan kita sendiri. Dalam bahasa agama tau adalah ruh. Itulah dalam bugis makasssar dikenal istilah sipakatau. Budaya sipakatau inilah yang perlu diaplikasikan dalam tatanan masyarakat,” ucap Dosen Filsafat UIN Alauddin Makassar ini.
Ia melanjutkan pemuda sekarang dalam hal ini mahasiswa harus menemukan terobosan-terobosan baru dalam menghadapi tantangan konflik, bukan lagi dengan jalan demonstrasi.
Sementara itu, Saleh Ridwan mengatakan ada tiga poin penting dalam kegiatan ini yaitu menciptakan suasana akademik, membangkitkan pemikiran yang kritis dan tidak mengabaikan nilai-nilai moral estetika.
Laporan | Nur Isna (Mag)
Materi yang diberikan dalam dialog tersebut diantaranya fenomena konflik horizontal di tengah masyarakat, peran kampus dalam meminimalisir perilaku anarkisme dan konflik horizontal, peran kepolisian dalam menangani fenomena konflik horizontal, serta peran pemuda sebagai agen perubahan. Masing-masing dibawakan oleh Saleh Ridwan, Pengamat Sosial Sabri AR, Rusdi Hartono dan Tokoh Pemuda SulSel Kurniawan.
Dalam materinya, Sabri AR menjelaskan bahwa inti konflik dari manusia modern adalah ego-ego yang sudah kehilangan otentitas dirinya. Sehingga dibutuhkan sebuah kearifan. Kearifan lokal yang patut dikembangkan adalah konsep “tau”. Orang-orang bugis makassar membedakan antara rupa tau, tau-tau, dan tau.
“Tau adalah inti kemanusiaan kita sendiri. Dalam bahasa agama tau adalah ruh. Itulah dalam bugis makasssar dikenal istilah sipakatau. Budaya sipakatau inilah yang perlu diaplikasikan dalam tatanan masyarakat,” ucap Dosen Filsafat UIN Alauddin Makassar ini.
Ia melanjutkan pemuda sekarang dalam hal ini mahasiswa harus menemukan terobosan-terobosan baru dalam menghadapi tantangan konflik, bukan lagi dengan jalan demonstrasi.
Sementara itu, Saleh Ridwan mengatakan ada tiga poin penting dalam kegiatan ini yaitu menciptakan suasana akademik, membangkitkan pemikiran yang kritis dan tidak mengabaikan nilai-nilai moral estetika.
Laporan | Nur Isna (Mag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar