Ilustrasi | Int |
Ketika mata memandang langit Kelabu
Mendatang awan hitam menghampiri
Seolah memberi naungan. Menangkis mentari. Menyengat kerelung jiwa
Mendatang awan hitam menghampiri
Seolah memberi naungan. Menangkis mentari. Menyengat kerelung jiwa
Nyata. Diriku salah akan dirimu
Kau berikan air mata pada pertiwiku
Kau berikan air mata pada pertiwiku
Ini bukan tentang awan.
Adalah sebuah Sirat hati, berfikir akan dirinya yang bangsat
Manusia-manusia yang mampir seolah memberi naungan
Tapi dukun yg menyuguhkan rintihan pilu pada sang pemilik tahta
Adalah sebuah Sirat hati, berfikir akan dirinya yang bangsat
Manusia-manusia yang mampir seolah memberi naungan
Tapi dukun yg menyuguhkan rintihan pilu pada sang pemilik tahta
Lihat apa yang kulihat!
Bibirmu bahkan akan tergembok. Hatimu berteriak meronta.
Lihat disana!
Kupu yang merekahkan senyum, bersender pada bahu mawar putih
Bibirmu bahkan akan tergembok. Hatimu berteriak meronta.
Lihat disana!
Kupu yang merekahkan senyum, bersender pada bahu mawar putih
Lebah madu yang mesra bercumbu dangan putik melati.
Nyanyian gunung bersama gemericik jejangkrik
Alunan indah, melodi sungai menyeruak
Alunan indah, melodi sungai menyeruak
Hey!!
Sekarang. Seolah semuanya bukan milik tahta.
Kasihan kita yang katanya merdeka.
Tak sadar hidup dalam jajah!
Kasihan kita yang katanya merdeka.
Tak sadar hidup dalam jajah!
*Penulis adalah salah seorang mahasiswa Jurusan Jurnalistik fakultas Dakwah dan Komunikasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar