Kebersamaan para anggota UKM LIMA sesaat sebelum penggalangan dana. Galang dana dilaksanakan di dekat Lapangan Syekh Yusuf. |
Washilah--Dibawah terik mentari siang itu kami sudah harus berpikir dan bekerja. Bagaimana caranya mendapatkan dana yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Menyusuri setiap toko grosir untuk menanyakan harga dari sebotol minuman yang akan kami jajahkan nantinya di salah satu persimpangan rambu lalu lintas. Sungguh ini pekerjaan melelahkan. Dikala mahasiswa lain sedang menikmati libur semester dan telah kembali dikampungnya, kami masih harus menyelesaikan agenda lembaga. Hanya ada kami berempat disini. Berteduh dibawah pohon yang rindang sambil berpikir harus kemana lagi kita?.
Musyawarah Anggota merupakan tradisi yang harus digelar setiap tahunnya untuk membahas persoalan internal lembaga. UKM LIMA Washilah tahun ini akan menggelar Musa yang ke-28. Sebagai anggota baru (magang) kami ditugaskan untuk membuat musyawarah tersebut dapat terlaksana. Berbagai hal kami siapkan untuk mendapatkan dana yang cukup. Dana yang diberikan oleh Rektorat tidak cukup untuk membiayai seluruh kegiatan lembaga. Untuk dapat mencetak Koran saja dana itu tidak cukup.
Dana 500 ribu akan kami sulap menjadi delapan kali lipat dalam waktu yang sangat singkat. Anggota magang yang awalnya berjumlah 41 orang seketika sirna. Hanya setengah dari kami yang masih bertahan. Sungguh ironi, ditengah desakan waktu, kami harus cepat bergerak. Mengumpulkan sejumlah rupiah sampai sepekan kedepan. Setiap pukul 4 sore waktu Indonesia bagian tengah, itulah waktu yang dipergunakan untuk menjajahkan sebotol minuman jeruk kepada para pengendara yang berhenti saat lampu merah. Harga minuman yang awalnya 2.600 rupiah kami jajahkan menjadi 5.000 rupiah. Tidak ada kata lelah bagi kami. Setiap hari kami harus menggunakan waktu sebaik mungkin.
Rasa letih dan jenuh sering melanda ketika jualan hanya laku setengahnya saja. Menjajahkan minuman kepada setiap orang yang berhenti bukanlah hal yang mudah. Ditolak? Sudah jadi perkara yang sering dijumpai. Terlebih lagi ketika pengendara itu hanya menggoda dengan bualan kata namun tidak pula membelinya. Namun celotehan dari para anggota yang bisa menghilangkan rasa letih itu. Candaan saat malam haru dibawah cahaya lampu jalan menemani kami. Hujan yang turun tidak bakal membuat kami berhenti menjajahkan jualan. Semua itu tidak akan berpengaruh, mengingat waktu yang terus memaksa kami untuk tetap berjualan.
Dalam sehari rupiah yang bisa dikumpulkan mencapai 800 ribu. Hal ini tergantung dari banyaknya kami yang berjualan. Terlebih lagi ketua panitia yang entah berantah kemana, meninggalkan kapal untuk berlayar sendiri di tingginya ombak yang menerjang. Tentu saja, mencari nahkoda yang baru sangat dibutuhkan. Dan pada saat itulah Faisal ditunjuk sebagai pemimpin yang baru. Pemimpin yang diharapkan bisa mengarahkan dan membuat kapal berjalan normal kembali.
Seminggu sudah penggalangan dana. Persiapan musa sudah harus dilakukan. Setiap divisi sangat sibuk menyiapkan kebutuhan yang akan gunakan nantinya. Dua hari menjelang musa sungguh hari yang sangat melelahkan. Seharian penuh kami harus berpikir dan bekerja untuk berlangsungnya musa tersebut. Spanduk yang dibuat kala itu harus segera diselesaikan. Tak peduli seberapa deras hujan yang mengguyur kota Makassar.
Tanggal 5 Februari. Inilah puncak dari segala kerja keras kami. Musyawarah yang akan digelar di Kolam Renang Bantimurung, Maros. Musyawarah yang diharapkan akan melahirkan para pemimpin dan generasi pembaharu untuk UKM LIMA. Tiga hari dua malam menjadi penentu siapakah yang akan menggantikan pimpinan umum, Junaiddin. Segala aktifitas langsung dikerjakan sesampainya disana. Mulai dari menata aula tempat musyawarah, memasak, membuat secangkir kopi dan menyiapkan susunan acara. Semua itu kami lakukan seharian penuh. Mengingat yang akan dibahas sangatlah banyak, membuat waktu tidur kami tersita. Mata ini harus tetap terjaga sembari menyeruput kopi hitam yang panas.
Berbagai perdebatan mewarnai jalannya musyawarah anggota ini. Kedatangan dari para alumni Washilah pun ikut meramaikan perdebatan. Kami selaku anggota yang baru terjun diwashilah terlihat kebingungan kala melihat selembaran kertas yang dibagikan malam itu. Hanya beberapa dari kami yang ikut bersuara dan menyumbangkan pendapat, selebihnya hanya ikut menyaksikan jalannya musyawarah. Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul satu dini hari dan kami masih tetap terjaga. Menembus pagi. Hanya itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan situasi.
Sampai pada saatnya agenda tentang pergantian pimpinan umum dan pengurus. Saat itulah beberapa kandidat terpilih. Dari mereka semua hanya tersisa dua orang yang akan kami pilih untuk ditunjuk sebagai pimpinan umum. Pemilihan semakin seru dikala celetukan mulai terdengar menyebut nama kandidat yang dipilih. Dan hasilnya betul saja, Asrullah yang terpilih sebagai pemimpin baru. Pemimpin yang akan membuat perubahan yang lebih baik lagi kedepannya. Ibarat sebuah kapal, nahkoda yang handal lah yang akan lolos melewati besarnya ombak dan kencangnya angin. Dan tentu saja dibutuhkan tambahan orang untuk diajak bekerja sama dalam melewati badai.
Laporan | Rena Rahayu Nastiti (Mag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar