Bedah Buku Etta "Meniti di dalam Cahaya" yang di gelar di Gedung Auditorium UIN Alauddin. Kamis (17/09) |
Washilah--“Hidup kita tidak akan pernah berhenti belajar karena kapan kita tidak mampu untuk bersaing dan berinovasi juga membangun masyarakat akan ditindas oleh orang yang lebih berfikir maju,” papar Zulfahmi Alwi PhD saat memberikan materi pada bedah buku Etta “Meniti di dalam Cahaya”. Kamis (17/09).
Zulfahmi Alwi sebagai salah seorang murid Alm KH Lanre mengatakan bahwa dalam tradisi bugis, anre gurutta adalah sosok bangsawan sederhana dan tidak membanggakan status sosial. “Etta selalu peduli dengan orang lain, sederhana, dan juga tegas,” tutur pria yang menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Alauddin.
“Contohi orang dalam bersikap dan berperilaku. Karena ada prinsip mengatakan jangan percaya pada siapapun. Inikan sangat berbahaya,” jelasnya.
Redaktur opini dari Harian Fajar, Muh Basri mengungkapkan banyak hal menarik yang dapat diulas dalam buku Etta. “Waktu, Angka 7, diantaranya dijadikan desa tuju-tuju, pesantren didirikan pada tanggal 7 dan pukul 7 dan kata Insha Allah menurut saya menarik dalam buku ini,” papar Wartawan senior ini.
Alumnus Universitas Hasanuddin ini menambahkan bahwa terdapat klimaks dari sebuah doa. “Setelah kita niat dan yakinkan lalu berusaha, percayalah klimaks dari semua adalah berdoa,” ucapnya.
Buku “Etta” merupakan biografi seorang ulama bugis, Alm Anre Gurutta KH Lanre Said yang juga pendiri pondok pesantren (ponpes) Darul Huffadh tuju-tuju.
Acara ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tafsir Hadist (TH) dan Ikatan Keluarga Darul Huffadh (IKDH) yang berlangsung di Gedung Auditorium UIN Alauddin.
Pemateri dalam kegiatan ini diantaranya, Dr Moch Sabri AR (Ketua Tim Penulis Buku “Etta”), Prof Hamdan Juhannis PhD (Narasumber Buku “Etta”), dan Zulfahmi Alwi PhD (Pembina IKDH Makassar), dan Muh Basri (Wartawan Senior Harian FAJAR).
Laporan | Andriani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar