Senin, 21 September 2015

Kacung Intelektual

ilustrasi
 Oleh : Syahroni*

Aku adalah mahasiswa yang termarjinalkan. Jauh dari kawan maupun lawan. Aku bukanlah atasan juga bukan bawahan. Tapi aku adalah jembatan dari keduanya. Aku bingung dengan kampus yang tak lama lagi akan menjadi kakus. Sebuah wadah bagi orang-orang rakus dengan mulut ketus. Rakus dalam kekuasaan dan ketus dalam perkataan.

Hari ini mereka yang entah siapa berkumpul di depan fakultas membawa sehelai kertas. Berisi sebuah kecaman, kritikan, dan makian. Sadar atau tidak mereka terlihat seperti pahlawan kesiangan era sembilan delapan. Mereka secara bergantian menyuarakan suara seolah-olah sebagai bentuk kepedulian terhadap ketidakadilan. Aku yang dari tadi menyaksikan mereka dari jauh bergumam “kasihan kalian”. Barisan robot dengan chip aktivis yang di program dalam bentuk dialektis kritis.  Sementara sang proffesor sebagai pencipta robot duduk dalam laboratorium menikmati secangkir kopi hitam. Sembari menunggu untuk menyusun strategi selanjutnya. Robot dikendalikan melalui remot control dalam saku proffesor.

Aku tersenyum melihat mereka mengendalikan dan dikendalikan. Sebuah tontonan menyenangkan sekaligus menegangkan. Kopi panas yang dari tadi duduk dalam piring kecil menjadi dingin karna  perhatianku fokus pada mereka. Hari ini aku gagal jadi penikmat kopi karna diluar sana ada api. Tapi tidak dengan rokok dalam jepitan jari kananku. Apinya tetap menyala seperti nyala diluar sana. Nikmat rasanya. 
 
*Penulis adalah mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar