Minggu, 20 September 2015

Sema, Hanya Sekadar Nama

sumber ilustrasi gambar : http://fh.undip.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/rapat-kerja.jpg
Washilah--Delapan bulan sudah Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas menjadi subsistem kelembagaan non-struktural di UIN Alauddin. Hanya saja eksistensinya masih dipertanyakan. Lantaran kinerja lembaga ini tidak terlihat. Tidak terjalinnya komunikasi dua arah menjadi penyebab tidak adanya kinerja lembaga ini.

Padahal, Sema punya peranan penting sebagai lembaga legislatif di tingkat fakultas. Merencanakan dan membuat kebijakan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di tingkat fakultas dan jurusan merupakan salah satu fungsinya. Tidak hanya itu, sebagai pengawas, Sema bertanggung jawab penuh atas seluruh kegiatan yang dilakukan LK.

Tentang tugas, Sema pun seharusnya merumuskan norma yang berlaku di lingkungan lembaga kemahasiswaan. Beberapa tugas dan wewenang lainnya pun merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Namun jauh panggang dari api, praktik di lapangan tidak sesuai dengan tugas yang sudah digariskan.

Kurangnya komunikasi antar pimpinan Universitas dan pengurus LK disebut-sebut menjadi biang keladinya. “Sampai sekarang kalau dikatakan kinerja itu belum ada. Karena memang komunikasi dari pimpinan di Rektorat sampai ke Sema itu kan tidak terjalin dengan baik. Akibatnya sampai sekarang untuk berbicara masalah posisi Sema di Fakultas itu tidak jelas,” kata Ketua Sema Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Ahmad Ardiansyah Putra. Rabu (26/08).

Menanggapi perihal posisi Sema, Wakil Dekan bidang kemahasiswaan FDK Dr Usman Jasad menilai kalau pengurus LK seharusnya bersikap progresif proaktif. Dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan seerti tercantum di buku saku. Menurutnya, Sema tidak seharusnya menunggu perintah.

Kendati demikian, Ketua Sema Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Ismail Hamid punya pandangan berbeda. Ia menilai apa yang ada di buku saku hanya menjelaskan secara umum mengenai Sema, tidak secara teknis (Juknis). “Itu sangat penting karena kita berjalan melalui peraturan-peraturan itu, sama saja dengan pihak BEM. BEM itu berjalan dengan juknis,” kata dia.

Wakil Rektor Bidang kemahasiswaan dan kerjasama yang menjabat saat pemberlakuan sistem ini, Prof Dr Natsir Siola turut menyetujui kalau persoalan ini dikarenakan komunikasi yang tidak berjalan baik. Padahal komunikasi timbal balik seharusnya tetap dijalankan. Mengingat ini adalah tugas pihak rektorat untuk mengawasi. Putusnya komunikasi menjadi akar permasalahannya.

Tidak Ada Anggaran
Bukan soal komunikasi saja yang disebut menjadi penghambat untuk melaksanakan kinerja tapi juga karena tidak adanya anggaran. Padahal idealnya, lembaga kemahasiswaan intra kampus seharusnya disiapkan anggaran untuk melakukan kegiatannya.

Alasan ketiadaan anggaran untuk Sema kata Prof Natsir Siola, lantaran lembaga ini baru. Bukan hanya pada namanya, namun juga pada sistem pengambilan keputusan dari pihak pimpinan untuk pemberian dana yang belum direncanakan. Ia mengakui kalau Sema tidak akan berjalan tanpa adanya anggaran, untuk itulah awalnya dana Sema disepakati untuk diambil dari dana kelembagaan di Fakultas.


“Nanti diteknisi, apakah itu dana dari Dema, HMJ, atau diambil dari dana Fakultas. Itu tergantung kebijakan dari pimpinan Fakultas sendiri,” jelasnya.

Tidak adanya anggaran yang disiapkan membuat pengurus Sema berasumsi kalau pimpinan tidak siap membangun sistem baru. “Meskipun senat itu bukan sebagai pelaksana di lapangan, seharusnya ada anggaran yang disiapkan. Jadi saya katakan rektorat sebagai pihak tertinggi belum siap mengadakan lembaga ini,” sesal Ketua Sema FDK Ahmad Ardiansyah Putra.

Senada, Ketua Sema FTK, Ismail Hamid juga berpandangan demikian. Notabenenya kata dia, semua organisasi intra kampus ada jatah anggarannya. “Pernah saya tanyakan ke pihak Fakultas (Tarbiyah dan Keguruan), katanya tidak tahu. Ini sudah kentara, Sema ini tidak jelas,” katanya.

Langkah Konkrit

Melihat kenyataan ini, tidak sedikit yang mengusulkan untuk menghapus lembaga ini jika saja Sema tidak menjalankan fungsi dan tugasnya. Salah seorang yang mengusulkan itu adalah Ketua Dean Mahasiswa (Dema) FEBI Sahiruddin Ali.

Meski begitu ada juga yang mengusulkan untuk melakukan evaluasi. Seperti yang diungkapkan Ketua Sema Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) Saugi Hadi Lukita. Sebab lain dari masalah ini menurutnya, Sema belum ada legitimasi yang kuat dari pimpinan. Makanya diusulkan untuk melakukan regulasi bagaimana senat di legitimasi kembali.

Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan Prof Dr Aisyah Kara PhD akan segera menindaklanjuti masalah tersebut. Saat ini ia masih belum begitu memahami sistem baru yang dijalankan Universitas. Sedianya akan ada pertemuan yang membahas ini meski masih di tingkat universitas. “Setelah itu perwakilan, atau kita kunjungi dengan wakil dekan di setiap fakultas. Saya kira akan ada komunikasi ke depan,” terangnya.

“Jika secara komprehensif hal ini bisa direalisasikan, tentu saja prosedur-prosedur kelembagaan akan semakin baik,” beber Ketua FEBI Rama Kanyang Pandika. Sabtu (29/08).

Sementara itu, Prof Natsir Siola berharap agar Sema tidak hanya sekadar menjadi organisasi yang independen. Tidak berafiliasi pada satu lembaga intra yang ada di kampus namun memosisikan diri sebagai lembaga kemahasiswaan yang memantau sekaligus mengevaluasi kinerja.

Nurfadhilah Bahar/Asrullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar