Washilah -- Pagi itu, dibawah pohon mangga sebuah warung yang sederhana, seorang bapak berusia kurang lebih 57 tahun terlihat sedang membersihkan sampah disekitar tempat jualannya. Dengan ditemani sang istri yang juga sedang sibuk mempersiapkan alat memasaknya untuk dipakai berjualan pada hari itu.
Dia adalah Ndang Rusanti dan Maemunah, sehari-harinya mereka menjual di Kampus UIN Alauddin Makassar. Jualannya pun sederhana seperti bakso, mie pangsit dan aneka gorengan. Meskipun demikian mereka tetap bersyukur.
“Alhamdulillah meskipun usaha kecil-kecilan tetap bersyukur daripada nganggur,” ujar Ndang kepada Reporter Washilah.
Belakangan terakhir, pasangan suami istri itu mengaku mulai dipusingkan dengan adanya surat yang diberikan pihak kampus kepada Ndang dan istrinya.
“Dapat surat dari pihak Rektorat, katanya disuruh berhenti jualan,” ujar Maemunah.
Ndang sudah menduga, pihak kampus akan memintanya berhenti jualan karena alasan kebersihan. Memang gubuk tempat Ndang berjualan yang hanya ditopang oleh bambu dan beratapkan baliho sehingga terkesan kumuh. Apalagi tempatnya berada di Taman Kampus.
Dia adalah Ndang Rusanti dan Maemunah, sehari-harinya mereka menjual di Kampus UIN Alauddin Makassar. Jualannya pun sederhana seperti bakso, mie pangsit dan aneka gorengan. Meskipun demikian mereka tetap bersyukur.
“Alhamdulillah meskipun usaha kecil-kecilan tetap bersyukur daripada nganggur,” ujar Ndang kepada Reporter Washilah.
Belakangan terakhir, pasangan suami istri itu mengaku mulai dipusingkan dengan adanya surat yang diberikan pihak kampus kepada Ndang dan istrinya.
“Dapat surat dari pihak Rektorat, katanya disuruh berhenti jualan,” ujar Maemunah.
Ndang sudah menduga, pihak kampus akan memintanya berhenti jualan karena alasan kebersihan. Memang gubuk tempat Ndang berjualan yang hanya ditopang oleh bambu dan beratapkan baliho sehingga terkesan kumuh. Apalagi tempatnya berada di Taman Kampus.
“Kalau masalah kebersihan Insya Allah jika tidak sakit, selalu ji saya bersihkan. Masalah tenda itu supaya tidak panas saja,” ujar pria asal Sunda Jawa Barat itu.
Sebenarnya Pihak kampus sendiri telah memberikan solusi kepada penjual yang tidak memiliki izin resmi untuk berjualan. Namun, Ndang dan istrinya enggan untuk pindah. Karena menurutnya lokasi yang ia tempati sudah ramai dan stratregis.
“Disini banyak mahasiswa lewat jadi selalu ramai,” ujar pria yang sering disapa Pa’de itu.
Lebih lanjut Ndang mengatakan, ia setiap bulannya membayar 200 hingga 300 ribu pada oknum Satuan Pengamanan (Satpam) kampus.
“Tiap bulan saya bayar 300 ribu ke Satpam, kalau tidak ada sekali paling bayar 200 ribu,” ungkapnya. Senin (21/03/2016)
“Tiap bulan saya bayar 300 ribu ke Satpam, kalau tidak ada sekali paling bayar 200 ribu,” ungkapnya. Senin (21/03/2016)
Penulis: Ahmad Arnold
Editor: Afrilian C Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar