Tiga orang pengangkut barang terlihat memindahkan kumpulan dokumen yang berserakan di samping Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar |
Washilah -- Menyikapi kabar pemusnahan skripsi, tesis maupun Karya tulis Ilmiah (KTI) dan beberapa arsip penting lainnya oleh pihak perpustakaan UIN Alauddin Makassar baru-baru ini, Lektor Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pusat Perpusatakaan M. Quraisy Mathar S Sos MSi pun angkat bicara. “Kalau kita menyimpan semua arsip dalam bentuk seperti itu maka tinggal menunggu waktu sampai lantai empat perpustakaan roboh jadi tiap tahun memang harus ada pemusnahan,” tuturnya.
Menurut data, secara keseluruhan terdapat 10000 lebih skripsi, tesis, juga KTI yang masuk di tiap tahunnya itupun dengan proses bergilir. Skripsi yang berhasil masuk dan dipajang terakhir hanya sampai pada tahun 2013 dan belum untuk tiga tahun terkhir dengan alasan keterbatasan tempat.
“Kita termasuk perpustakaan yang tertinggal dan kita menampung skripsi bahkan sejak tahun 70an, tahun 70an pun juga sudah sangat sedikit yang mengakses,” tambahnya. Diakui putra dari Prof Dr Qasim Mathar ini, pemusnahan tersebut adalah pilihan yang sulit meski pada akhirnya harus dilakukan.
Dia juga menegaskan jika dokumen yang dimusnahkan saat itu sudah terdigitalisasi, sebanyak 10 ton dan dengan sistem pemusnahan yang memang sesuai standar dan tidak dilakukan secara sembarangan.
“Arsip yang bersifat statis atau dianggap mati, karena sudah banyak teori baru dan banyak mengutip, nah ini yang harus dimusnahkan, sirkulasinya harus jelas antara yang masuk dan yang keluar karena daya tampung di perpustakaan yang susah,” katanya.
Saat ditanya mengenai banyaknya protes yang datang dari kalangan mahasiswa mengenai tindakan tersebut Quraisy Mathar menjawab dengan lugas, “tesis saya juga sudah dibakar di Universitas Indonesia (UI) Depok antara tahun 2005 atau 2006, saya punya romantisme dengan hasil karya saya dan tiba-tiba dimusnahkan. Dengan posisi seperti itupun saya juga memahami,” ujarnya.
Untuk terobosan baru dalam sistem pengarsipan, Quraisy Mathar menjelaskan jika perpustakaan sudah mulai mendisplay untuk sistem online. Dimana data disimpan dalam bentuk soft copy karena selain mempermudah juga untuk menghindari plagiat.
Laporan | Fadhilah Azis & Ridha Amaliyah
Menurut data, secara keseluruhan terdapat 10000 lebih skripsi, tesis, juga KTI yang masuk di tiap tahunnya itupun dengan proses bergilir. Skripsi yang berhasil masuk dan dipajang terakhir hanya sampai pada tahun 2013 dan belum untuk tiga tahun terkhir dengan alasan keterbatasan tempat.
“Kita termasuk perpustakaan yang tertinggal dan kita menampung skripsi bahkan sejak tahun 70an, tahun 70an pun juga sudah sangat sedikit yang mengakses,” tambahnya. Diakui putra dari Prof Dr Qasim Mathar ini, pemusnahan tersebut adalah pilihan yang sulit meski pada akhirnya harus dilakukan.
Dia juga menegaskan jika dokumen yang dimusnahkan saat itu sudah terdigitalisasi, sebanyak 10 ton dan dengan sistem pemusnahan yang memang sesuai standar dan tidak dilakukan secara sembarangan.
“Arsip yang bersifat statis atau dianggap mati, karena sudah banyak teori baru dan banyak mengutip, nah ini yang harus dimusnahkan, sirkulasinya harus jelas antara yang masuk dan yang keluar karena daya tampung di perpustakaan yang susah,” katanya.
Saat ditanya mengenai banyaknya protes yang datang dari kalangan mahasiswa mengenai tindakan tersebut Quraisy Mathar menjawab dengan lugas, “tesis saya juga sudah dibakar di Universitas Indonesia (UI) Depok antara tahun 2005 atau 2006, saya punya romantisme dengan hasil karya saya dan tiba-tiba dimusnahkan. Dengan posisi seperti itupun saya juga memahami,” ujarnya.
Untuk terobosan baru dalam sistem pengarsipan, Quraisy Mathar menjelaskan jika perpustakaan sudah mulai mendisplay untuk sistem online. Dimana data disimpan dalam bentuk soft copy karena selain mempermudah juga untuk menghindari plagiat.
Laporan | Fadhilah Azis & Ridha Amaliyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar